SitungirNews.Id | Rencana pemerintah terkait kebijakan tentang menyikapi pasokan LPG dalam negeri. Melalui Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, pemerintah menargetkan menyetop 50 persen impor LPG pada 2022-2023 mendatang. Nantinya, impor itu akan diganti dengan produk dimetil eter (DME).
DME adalah jenis bahan bakar yang terdiri dari senyawa organik. Produk bernilai tambah dari batu bara itu dapat menjadi bahan bakar pengganti LPG.
Baca Juga:
Sanksi Barat Tak Berguna, Rusia Jadi 'Raja Gas' untuk China
"Target satu tahun sampai dua tahun ini minimal 50 persen impor LPG kita bisa dijadikan hilirisasi dalam negeri lewat bahan baku batu bara," ungkap Bahlil dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI, kemarin.
Ia menjelaskan terdapat proyek gasifikasi batu bara di Sumatera Selatan yang dapat menghasilkan 1,4 juta ton DME per tahun dari bahan baku 6 juta batu bara kalori rendah.
"Kami groundbreaking investasi dari AS Air Products & Chemicals, tahun ini harus tereksekusi US$15 miliar," kata Bahlil.
Baca Juga:
Rusia Tawarkan Ini Jika Eropa Tak Ingin 'Jadi Es' di Musim Dingin
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan impor LPG Indonesia mencapai Rp80 triliun. Bahkan, nilai impor itu masih harus disubsidi lagi oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp60 triliun hingga Rp70 triliun supaya bisa dinikmati masyarakat dengan harga murah.
"Rp80 triliun itu pun harus disubsidi untuk sampai ke masyarakat karena harganya tinggi sekali. Subsidinya antara Rp60 triliun hingga Rp70 triliun," katanya saat menghadiri groundbreaking proyek hilirisasi batu bara menjadi DME di Kawasan Industri Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, kemarin.
Menurut Jokowi, impor tersebut harus segera dihentikan. Pasalnya, negara lain yang diuntungkan dari impor itu.
Indonesia, sambung Jokowi, memiliki batu bara yang melimpah dan bisa diolah menjadi DME. Oleh karena itu, ia berharap subsidi APBN bisa ditekan Rp7 triliun jika proyek hilirisasi batu bara menjadi DME di Sumatera Selatan sudah dapat berproduksi. [As]