SitungirNews.Id | Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) kembali merilis hasil temuannya soal keberadaan kerangkeng manusia di rumah Bupati Nonaktif Langkat Terbit Rencana Peranginangin.
Dalam temuannya tersebut, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, pihaknya mendapati beberapa tindakan merendahkan martabat manusia.
Baca Juga:
Kasus Kerangkeng, Anak Eks Bupati Langkat Ditahan bersama 7 Tersangka Lain
Setidaknya ada 12 poin temuan yang dilakukan LPSK dari adanya kerangkeng manusia tersebut.
"Kami mendapati adanya peristiwa merendahkan martabat para anak kereng (sebutan penghuni kerangkeng atau korban)," kata Edwin saat konferensi pers di Gedung LPSK, Jakarta Timur, Rabu (8/3/2022).
Edwin lantas menjabarkan keseluruhan tindakan merendahkan martabat yang dialami anak kereng selama di dalam kerangkeng milik Terbit Rencana Peranginangin itu.
Baca Juga:
Polda Sumut Tahan Anak Bupati Langkat dan 7 Tersangka Kasus Kerangkeng
Ada tindakan mencukur kepala anak kereng hingga botak, menelanjangi, menjilati sayur di lantai, mengunyah cabai sebanyak setengah kilogram lalu dilumurkan ke wajah.
"Ini bahkan, sampai saya tak kuasa menyebutnya, baru saat ini selama 20 tahun saya menangani korban, kasus ini yang paling kejam yang saya temui," ujarnya.
Sebelumnya, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah menerjunkan tim ke Sumatera Utara untuk melakukan investigasi dan pendalaman terkait adanya kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat non aktif, Terbit Rencana Perangin Angin.
Pada investigasi yang dilakukan LPSK pekan lalu itu, hasilnya terdapat beberapa temuan yang mengarah akan adanya dugaan tindak pidana.
Ketua LPSK, Hasto Atmojo mengatakan, setidaknya, ada tiga dugaan tindak pidana yang ditemukan oleh tim investigasi LPSK saat menyambangi langsung kediaman orang nomor satu di Kabupaten Langkat tersebut.
"Untuk sementara LPSK berkesimpulan bahwa setidak-tidaknya ada dugaan tindak pidana dalam kasus penjara atau kerangkeng atau sel di rumah yg ada di Langkat. Paling tidak ada tiga tindak pidana," kata Hasto saat konferensi pers di Kantor LPSK, Jakarta Timur, Senin (31/1/2022).
Hasto membeberkan keseluruhan dugaan tindak pidana yang ditemui pihaknya itu. Pertama, kata dia ada dugaan menghilangkan kemerdekaan orang atau beberapa orang secara tidak sah.
Tindak pidana itu, kata Hasto, dilakukan oleh pihak yang tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penghilangan kemerdekaan tersebut.
"Hal ini bisa kita sebut ini adalah penyekapan," ujar Hasto.
Kedua, kata dia, adanya dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Dugaan TPPO itu ada kaitannya dengan pemanfaatan tenaga para penghuni kerangkeng secara paksa untuk melakukan pekerjaan di kebun sawit atau perusahaan yang diduga dimiliki oleh Terbit Rencana Peranginangin.
"Berkaitan dengan adanya pendayagunaan orang-orang yang ada di dalam sel ini untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan di kebun sawit atau perusahaan yang dimiliki oleh terduga pelaku secara paksa dan barangkali tidak memenuhi aturan di dalan ketenagakerjaan," katanya.
Ketiga, LPSK melihat adanya dugaan tindak pidana lokasi rehabilitasi ilegal. Kerangkeng manusia itu kata Hasto, dinilai merupakan panti rehabilitasi ilegal dan tidak memenuhi standar.
Sebab, Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Langkat telah menyatakan kalau tempat itu bukan merupakan panti rehabilitasi yang sah.
"Itu kan fasilitas yang ada di dalam kerangkeng ini tidak memenuhi standar baik sebagai penjara maupun pusat rehabilitasi," ucap Hasto.
Terlebih kata dia, kerangkeng manusia itu diisi oleh beberapa orang dan fasilitas sanitasi sangat buruk mengingat saat ini masih dalam kondisi pandemi Covid-19.
"Bahkan barangkali, apalagi di masa pandemi apakah layak menempatkan orang dalam satu ruangan yang penuh sesak dan apakah dipenuhi standar-standar oleh prosedur kesehatan. Ini bisa di dalami lebih lanjut," katanya. [as/rin]