SitungirNews.Id| Wacana pengenaan cukai minuman berpemanis sudah digulirkan pemerintah sejak beberapa tahun lalu.
Pemerintah melihat kebijakan ini semakin mendesak untuk segera diterapkan dalam waktu dekat.
Baca Juga:
LSI: Masyarakat Optimis Ekonomi RI akan Lebih Baik
Rencana pengenaan cukai baru ini kembali digulirkan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, pada tahun lalu.
Pemerintah bahkan telah memasang target penerimaan dari cukai minuman berpemanis dalam APBN 2022.
Berdasarkan nota keuangan APBN 2022, target penerimaan dari cukai minuman berpemanis ditetapkan sebesar Rp 1,5 triliun.
Baca Juga:
Ini Alasan Kenapa Investor Asing Tarik Dananya dari Pasar Obligasi Indonesia
"Langkah yang berbeda saat ini dengan wancana tahun-tahun sebelumnya adalah sudah dilakukan diskusi multistakeholder. Dulu mungkin koordinasi pemerintah terpecah, sekarang sudah satu visi misi, bahwa ini harus digolkan," ujar Ketua Tim Kerja Pembiayaan Kesehatan Kemenkes, Ackhmad Afflazir, dalam Webinar Urgensi Implementasi Kebijakan Cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan di Indonesia, Kamis (31/3/2022).
Ia optimistis kebijakan ini dapat segera diterapkan.
Salah satu urgensinya adalah pemerintah melihat angka penderita diabetes yang semakin meningkat dan risiko terhadap pasien yang semakin tinggi di tengah pandemi Covid-19.
"Penyakit katastropik semakin memberatkan dengan Covid-19. Pengeluaran negara juga semakin besar," ujarnya.
Ia menekankan, tujuan utama penerapan cukai MBDK adalah untuk menekan kejadian penyakit berbiaya tinggi, yang didominasi penyakit tidak menular seperti diabetes.
Pemerintah juga ingin menggunakan dana yang diperoleh dari penerimaan cukai tersebut untuk menekan angka penyakit tersebut di masyarakat melalui program-program pencegahan.
Saat ini, menurut Afflazir, pihaknya telah memberikan kajian terkait penerapan cukai minuman berpemanis kepada Kementerian Keuangan.
Pemerintah juga telah melakukan advokasi dengan komisi IX dan XI DPR.
Analis Kebijakan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Sarno, mengatakan, pemerintah akan membahas penerapan cukai MBDK dengan DPR RI dalam rangka penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2023.
"Yang perlu kita lakukan dalam waktu dekat setelah kita dapat arahan pasti dari Bu Menkeu adalah apakah akan segera eksekusi, kami akan segera sampaikan surat permohonan persetujuan dari Komisi XI DPR," kata Sarno.
Sarno bahkan menilai penerapan cukai dapat masuk dalam rencana APBN Perubahan 2022 jika diskusi dengan DPR dapat berlangsung dengan cepat.
Ia memastikan perluasan atau ekstensifikasi barang kena cukai, terutama produk pangan yang berisiko tinggi terhadap kesehatan dengan mengandung garam, gula, dan lemak tinggi telah sesuai dengan amanah Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2020-2024.
Penerapan cukai MBDK diharapkan dapat meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas.
Sarno juga memastikan cukai MBDK akan dapat diterapkan pada jenis minuman yang kandungan gulanya melampaui batas atas yang ditetapkan pemerintah, dengan skema multi tarif.
Saat ini, pemerintah masih berdiskusi terkait batas maksimal kandungan gula dalam minuman.
"Kami ingin minuman dengan kadar gula lebih tinggi dikenakan tarif yang lebih tinggi. Cuma kira-kira kita ingin membuat threshold juga, seberapa besar kandungan gula yang masih aman dikonsumsi sehingga tidak dikenakan cukai," katanya.
Manager Riset Center for Indonesia Strategic Development Initiatives (CISDI), Gita Gusnadi, menyebut, penerapan cukai berpotensi menurunkan konsumsi minuman berpemanis.
Berdasarkan kajian dari penerapan di negara lain, penerapan cukai 20% dapat menurunkan konsumsi hingga 24%.
Penurunan tingkat konsumsi tersebut diperkirakan dapat menurunkan risiko obesitas dan diabetes di Indonesia.
"Penerapan cukai ini dapat mendorong masyarakat melakukan perubahan perilaku, dan juga membantu mereka, terutama kelompok rentan seperti masyarakat berpenghasilan ke bawah dan anak-anak," kata Gita.
Ia menjelaskan, konsumsi minuman berpemanis di Indonesia melonjak hingga 15 kali lipat dalam dua dekade terakhir.
Indonesia saat ini merupakan negara dengan konsumsi MBDK tertinggi ketiga di Asia Tenggara.
Peningkatan konsumsi MBDK tersebut juga meningkatkan jumlah pasien obesitas hingga hampir dua kali lipat dalam dua periode yang sama.
Gaya hidup orang Indonesia yang terlalu banyak mengkonsumsi minuman berpemanis juga menjadi penyebab kedua kematian dan disabilitas secara nasional.
"Ini juga berdampak pada beban kesehatan yang ditanggung negara melalui BPJS Kesehatan, " kata dia.
Berdasarkan data BPJS Kesehatan, kenaikan biaya perawatan untuk pasien diabetes mencapai 8% per tahun.
Dalam kurun waktu 2017 hingga 2019, kenaikan biaya perawatan untuk pasien diabetes bahkan naik hingga 30%.
Ia juga menekankan, diabetes menjadi salah satu penyakit komorbid yang paling banyak menyebabkan kematian pasien positif Covid-19.
"Mengatasi persoalan tersebut, CISDI mendorong agar pemerintah menetapkan kebijakan pengenaan tarif cukai terhadap MBDK," katanya. [As/gun]