Tahap pertama, hingga 2030, PLN akan mengurangi 5,5 GW PLTU. Pada tahap kedua, PLN akan mempensiunkan PLTU subcritical sebesar 10 GW pada 2040. Sedangkan pada 2050, PLN mengakhiri PLTU subcritical sebesar 18 GW dan supercritical 7 GW.
"Tahap terakhir pada tahun 2055, PLTU ultra-supercritical 10 GW dipensiunkan," ujar Darmawan.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Imbau Konsumen Percayakan Perbaikan dan Pemasangan Instalasi Listrik pada Ahlinya
Ia menegaskan, PLN mengganti PLTU dengan pembangkit EBT. "Angka ini akan berkontribusi pada pengurangan emisi total sebesar 53 juta ton CO₂," ungkap Darmawan.
Pengurangan emisi karbon tidak bisa menunggu seluruh PLTU pensiun. Maka, PLN dalam operasional PLTU juga menerapkan teknologi ramah lingkungan. PLN, misalnya, menggunakan teknologi ultra-supercritical dan co-firing pada PLTU yang saat ini masih beroperasi.
Program co-firing ini merupakan upaya percepatan pencapaian target bauran energi EBT 23% tanpa harus membangun pembangkit baru dengan melakukan substitusi sebagian kebutuhan batu bara dengan biomassa di 52 PLTU. Hingga Februari 2022, program co-firing telah diterapkan di 28 PLTU dengan total energi hijau yang dihasilkan mencapai 96.061 MWh.
Baca Juga:
Energi Hijau Jadi Primadona, PLN Siapkan Solusi untuk Klien Raksasa Dunia
"Kami juga menjalankan program dedieselisasi melalui konversi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) di daerah remote dengan pembangkit listrik berbasis EBT melalui skema hybrid," kata Darmawan.
Program lain yang disiapkan PLN untuk mendukung transisi energi yaitu ekspansi gas, pengembangan teknologi penyimpanan listrik dalam bentuk baterai berukuran besar, hingga teknologi penangkapan karbon dan hidrogen. PLN juga terus meningkatkan efisiensi energi dan menekan susut jaringan.
"Kami juga gencar mengkampanyekan electrifying lifestyle dengan mengajak masyakakat beralih ke peralatan berbasis listrik seperti kompor induksi hingga kendaraan listrik," ujarnya. [As/qnt]