Selain itu, tambahnya, kebijakan pemidanaan harus dirumuskan secara tepat dan cermat sehingga tindakan terhadap korban dan pecandu narkotika selaras dengan penegakan rehabilitasi.
Sementara delik kepada para bandar, kurir, produsen, dan aparat penegak hukum yang terlibat dalam peredaran jaringan gelap narkotik diperberat ancaman pidananya.
Baca Juga:
Fenomena Kotak Kosong di Pilkada Serentak, Komisi II Bahas Tiga Opsi dalam Rapat dengan KPU
"Dalam rangka menghindari potensi-potensi moral hazard (penyimpangan moral) oleh aparat hukum, terdapat beberapa substansi dalam RUU Narkotika yang masih perlu disempurnakan. Beberapa substansi RUU narkotika yang memerlukan penyempurnaan baik yang perlu diubah atau ditambah dengan substansi pasal baru antara lain adalah pelembagaan tim asesmen terpadu menjadi satu pasal tersendiri," urai Adang.
Ia berharap beleid tersebut dapat membuka ruang bagi korban untuk diberikan hak mengajukan permohonan asesmen, ketentuan dalam UU Narkotika perlu mempertimbangkan kebijakan khusus yang bersifat affirmative action sehubungan dengan pembiayaan rehabilitasi bagi korban atau pecandu narkotik yang berasal dari kelompok ekonomi lemah," urainya.
Ia menambahkan, substansi lainnya yaitu mengenai pemidanaan bagi keluarga yang tidak melaporkan pengguna atau pecandu narkotik, pedoman penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria (NSPK) Narkotika, jangka waktu penyampaian sampel atau penetapan barang sitaan.
Baca Juga:
Anggota DPR RI Difriadi Ajak Masyarakat Banjarbaru Pasang Patok Tanah untuk Dukung Program PTSL
"Ketentuan pasal karet yang terdapat didalam RUU Narkotika perlu di reformulasi dengan unsur-unsur pasalnya sehingga dapat mempermudah penegak hukum dalam membedakan penerapan delik narkotika antara pecandu, korban, pengguna narkotik dan bandar," pungkasnya. [As/rin]