Ketiga, PUJK memastikan ada itikad baik calon konsumen. Artinya, harus ada kehati-hatian, tidak sembarang orang bisa diterima jadi konsumen.
"Sering sekali di industri keuangan, ada pelaku usaha memberikan kredit kredit tanpa asesmen dengan agunan mobil keren ternyata mobilnya tidak ada. Jadi PUJK wajib melakukan pengecekan terhadap apa yang disampaikan calon konsumen," tegas Sarjito.
Baca Juga:
Industri Fintech Bergolak di IFSE 2024, OJK Serukan Perlindungan Konsumen
Keempat, PUJK wajib memmiliki dan menerapkan kebijakan dan porsedur tertulis.
Kelima, PUJK wajib mencegah direksi, komisaris, pegawai, pihak ketiga dari perilaku yang berakibat merugikan konsumen. Sarjito mengatatan, kasus-kasus yang sering terjadi di bawah pengawasan OJK sering kali terjadi karena direksi, komisaris, pegawai atau pihka ketiga yang tidak memberikan informasi yang benar.
Dengan aturan baru ini, PUJK tidak bisa lagi beralasan kerugian konsumen karena kesalahan oknum pegawai atau pengurus tetapi harus dipertanggungjawabkan oleh perusahaan.
Baca Juga:
OJK dan FSS Korea Bahas Pengawasan Lintas Batas dan Kerja Sama Keuangan
Keenam, PUJK wajib memiliki dan menerapkan kode etik perlindungan konsumen dan masyarakat yang telah ditetapkan masing-masing POJK.
Ketujuh, PUJK wajib bertanggung jawab atas kerugian konsumen yang timbul akibat kesalahan, kelalaian atau perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan perundangan di sektor jasa keuangan yang dilakukan oleh dieksi, dewan komisaris, pegawai dan pihak ketiga yang bekerjasa atau mewakili kepentingan PUJK
Ke delapan, PUJK wajib melaksanakan kegitan dalam rangka meningkatan literasi keuangan. Sarjito menjelaskan, poin ini sangat penting karena selama ini persoalan yang terjadi karena masyarakat tidak dapat informasi yang cukup mengenai produk dan layanan jasa keuangan.