UU Perlindungan Konsumen menyatakan keputusan BPSK bersifat final dan mengikat.
Namun, masih memungkinkan para pihak yang bersengketa untuk menggugat keputusan tersebut ke pengadilan negeri dan MA setelahnya.
Baca Juga:
Mudahkan Pelanggan Bayar Listrik, PLN Mobile Jalin Kolaborasi dengan MotionPay
Faktanya, hampir 80 persen keputusan BPSK dibatalkan oleh pengadilan, dengan pertimbangan bahwa BPSK tidak berwenang untuk memutuskan sengketa yang diajukan.
Pembatalan putusan BPSK sebagian besar terjadi untuk sengketa di sektor jasa keuangan, karena Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menentukan daftar lembaga alternatif penyelesaian sengketa.
Hal ini menarik untuk dicermati, karena sektor jasa keuangan juga berkontribusi terhadap tingginya angka sengketa konsumen di Indonesia. Terutama, di era digital ini.
Baca Juga:
Wamendag Roro Serahkan Penghargaan Perlindungan Konsumen 2024 kepada Para Kepala Daerah
Sementara itu, terkait e-commerce, Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PP 80 Tahun 2019) telah mengatur bahwa sengketa terkait e-commerce harus diajukan ke BPSK atau badan pengadilan lain di domisili konsumen.
Meskipun hal ini memberikan kejelasan lebih baik untuk e-commerce, UU Perlindungan Konsumen belum memberikan spesifikasi atau batasan yang jelas tentang yurisdiksi BPSK. BPSK diberikan kewenangan untuk menyelesaikan sengketa konsumen apa pun.
Hal ini dapat memperpanjang kekisruhan yang sedang berlangsung di sektor perlindungan konsumen pada era digital.